Konsep zakat Moderen - Tempat Berbagi Ilmu

Konsep zakat Moderen

Konsep zakat Moderen


BAB I
PENDAHULUAN
A.            Latar Belakang Masalah
Persoalan zakat kontemporer memang menarik untuk selalu dibbahas dan dikembangkan untuk mendapatkan rumusan dan strategi yang tepat dalam hal pengelolaannya, karena potensi zakat, khususnya di indonesia sangatlah besar, yaitu setara dengan seperempat pendapatan Nasional, sehingga zakat bisa menjadi salah satu instrumen pengentas kemiskinan yang mampu mengurangi beban Negara. Akan tetapi seiring dengan perkembangan zaman, metode dan cara berzakat serta beberapa pemikiran zakat kontemporer memasukkan zakat profesi dalam kelompok wajib zakat dan juga banyaknya pergeseran makna mustahik sesuai dengan situasi dan kondisi saat ini cukup menimbulkan banyak perdebatan. Termasuk juga pembahasan mengenai pembayaran zakat via online atau via bank konvesional. Untuk itulah akan dibahas pada bab selanjutnya mengenai isu-isu zakat kontemporer disertai konsep dasarnya.







BAB II
PEMBAHASAN
A.            Pengertian Zakat
Kata zakat merupakan nama dari sesuatu hak Allah yang dikeluarkan seseorang kepada fakir miskin. Dinamakan zakat dikarenakan mengandung harapan untuk mendapatkan berkah, membersihkan dan memupuk jiwa dengan berbagai kebaikan. Secara bahasa, zakat berasal dari kata zaka>yang berarti tumbuh (Nuwuww) dan berkembang atau bertambah (ziyadah).  Kata zakat merupakan bentuk isim masdar dari akar kata yang bermakna al-nama>’ (barakah),thaharah yang berartibersih, al-s}alahu artinya keberesan,  safwatu al-sya’i artinyajernihnya sesuatu, dan al-madu  yang berarti pujian.
B.            Macam-Macam Zakat
Ada dua klasifikasi zakat yang utama yakni:
1.            Zakat nafs, zakat jiwa yang disebut juga “zakat fitrah” (zakat yang diberikan berkenaan dengan selesainya puasa yang difardukan). Waktunya sampai dengan sebelum pelaksanaan shalat ‘Idul Fitri (boleh ta’jil) selama dalam bulan Ramadhan. Tujuan Zakat Fitrah ini untuk membersihkan diri orang yang berpuasa, maka sebaiknya dilaksanakan setelah selesai puasa, meskipun dalam hal ini boleh dita’jil (dibayarkan dalam bulan Ramadhan, sementara puasanya belum selesai).
2.            Zakat Maal (harta), yaitu bagian dari harta kekayaan seseorang atau badan hukum yang wajib diberikan kepada orang-orang tertentu setelah mencapai jumlah minimal tertentu dan setelah dimiliki selama jangka tertentu.  Pada umumnya di dalam kitab-kitab hukum (fikih) Islam harta kekayaan yang wajib dizakati atau dikeluarkannya adalah :
a.            Emas, perak, dan uang (simpanan)
b.            Barang-barang yang diperdagangkan
c.             Hasil peternakan
d.            Hasil bumi (pertanian)
e.            Hasil tambang dan barang temuan.
f.             Zakat Harta Profesi
g.            Zakat Saham Dan Obligasi
C.            Zakat prof#Esi dan Problema Zakat Kontemporer
1.            Ketentuan dan syarat zakat profesi
Masing-masing kelompok di atas berbeda nis}ab (ukuran atau batas minimal wajib zakat), haul dalam mengeluarkan zakat. untuk zakat profesi, yaitu zakat yang dikeluarkan dari sebuah hasil usaha yang halal yang dapat mendatangkan hasil (uang) yang relatif banyak dengan cara mudah, melalui suatu keahlian tertentu. Secara eksplisit, al-qur’an menyebutkan bahwa zakat bisa diambil dari hasil pekerjaan sebagaimana diseutkan dalam QS. al-baqarah ayat 267:
                        
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya.”
Topik mengenai zakat profesi merupakan salah satu topik yang sangat penting bagi kita yang memiliki suatu pekerjaan atau profesi tertentu. Topik ini sebenarnya bukan sudah hal yang baru di kalangan ahli fiqih zakat. Tapi apa yang diungkapkan oleh Yusuf Al-Qaradhawi mengenai topik ini adalah ijtihad beliau dalam rangka menentukan hukum yang jelas mengenai kedudukan harta pencarian dan profesi, yaitu melalui studi perbandingan dan penelitian yang sangat dalam terhadap pendapat-pendapat yang ada mengenai masalah ini sejak zaman sahabat hingga zaman sekarang. Dengan demikian ijtihad beliau adalah ijtihad yang mempunyai dasar pijakan yang kuat. Untuk menghilangkan keragu-raguan kita selama ini terhadap harta yang kita peroleh melalu profesi kita : “Apakah itu terkait dengan kewajiban zakat ? Bila ya, berapa besarnya ? Berapa nisabnya ? Bagaimana cara pembayarannya ?, maka sepatutnya kita dapat mengikuti apa yang dikemukakan beliau dalam bab ini. Oleh karena itu topik ini akan disampaikan secara lebih detil.
Barangkali bentuk penghasilan yang paling menyolok dewasa ini adalah apa yang diperoleh dari profesi, baik suatu pencarian yang tergantung oleh orang lain seperti pegawai (negeri atau swasta), atau pencarian tidak tergantung kepada pihak lain (professional), seperti halnya dokter, advokat, penjahit, seniman, dll. Jenis pekerjaan ini mendatangkan penghasilan baik berupa gaji, upah ataupun honorarium. Perbedaan pendapat di antara para ulama dalam hal mewajibkan zakat terhadap harta pencarian dan profesi ini sudah berlangsung sejak lama. Adapun beberapa ulama modern saat ini telah beranggapan bahwa upaya menemukan hukum pasti zakat harta jenis ini adalah sangat mendesak, dikarenakan inilah jenis penghasilan yang paling banyak dijumpai saat ini. Bila tidak ini berarti kita telah melepaskan kebanyakan orang dari kewajiban zakat yang telah dinyatakan jelas kewajibannya secara umum dalam Al Quran dan Sunnah ("Hai orang-orang yang beriman keluarkanlah sebagian usaha kalian", 2:267). Zakat profesi (penghasilan) adalah zakat yang dikeluarkan dari hasil profesi seseorang, baik dokter, arsitek, notaris, ulama atau da’i, karyawan, guru dan lain sebagainya.
Zakat harta Profesi memang tidak ditemukan contohnya dalam hadits, namun dengan menggunakan kaidah ushul fikih dapatlah harta profesi digolongkan kepada "harta penghasilan", yaitu kekayaan yang diperoleh seseorang Muslim melalui bentuk usaha baru yang sesuai dengan syariat agama. Harta penghasilan itu sendiri dapat dibedakan menjadi :
a.            Penghasilan yang berkembang dari kekayaan lain, misalnya uang hasil menjual poduksi pertanian yang sudah dikeluarkan zakatnya 10% atau 5% yang tentunya uang hasil penjualan tersebut tidak perlu dizakatkan pada tahun yang sama karena kekayaan asalnya sudah dizakatkan. Ini untuk mencegah terjadinya apa yang disebut double zakat.
b.            Penghasilan yang berasal karena penyebab bebas, seperti gaji, upah, honor, investasi modal dan lain sebagainya. Karena harta yang diterima ini belum pernah sekalipun dizakatkan, dan mugnkin tidak akan pernah sama sekali bila harus menunggu setahun dulu. Perbedaan yang menyolok dalam pandangan fikih tentang harta penghasilan ini, terutama berkaitan dengan adanya konsep "berlaku setahun" yang dianggap sebagai salah satu syarat dari harta yang wajib zakat (lihat pula posting sebelumnya mengenai syarat harta yang wajib zakat).


2.            Nishab Dan Besarnya Zakat Profesi
Sebagian pendapat mengungkapkan syarat ini berlaku untuk semua jenis harta, tapi sebagian lainnya mengungkapkan syarat ini tidak berlaku untuk seluruh jenis harta, terutama tidak berlaku untuk jenis harta penghasilan. selama diberlakukan juga ketentuan berlaku setahun itu untuk jenis harta penghasilan, maka akan sulit untuk melaksanakan kewajiban zakat untuk harta penghasilan ini. Kelompok terakhir ini berpendapat, bahwa zakat penghasilan ini wajib dikeluarkan zakatnya langsung ketika diterima tanpa menunggu waktu satu tahun. Diantara kelompok terakhir ini adalah: Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud, Muawiyyah juga Umar bin Abdul Aziz. 
Beberapa riwayat sahabat seperti Ibnu Mas'ud, menceritakan bagaimana harta penghasilan langsung dikeluarkan zakatnya ketika diterima tanpa menunggu setahun. Sehingga menjadi semakin jelas bahwa masa setahun tidak merupakan syarat, tetapi hanya merupakan tempo antara dua pengeluaran zakat. Setelah mengadakan studi perbandingan dan penelitian yang mendalam terhadap nash-nash yang berhubungan dengan status zakat untuk bermacam-macam jenis kekayaan, juga dengan memperhatikan hikmah dan maksud pembuat syariat yang telah mewajibkan zakat, dan diperhatikan pula kebutuhan Islam dan ummat Islam pada masa sekarang ini, maka Yusuf Al-Qaradhawi berpendapat bahwa harta hasil usaha seperti gaji pegawai, upah karyawan, pendapatan dokter, insinyur, advokat, penjahit, seniman, dan lainnya wajib terkena zakat dan dikeluarkan zakatnya pada waktu diterima. Sebagai penjelasan dari pendapat beliau terhadap masalah yang sensitif ini, Yusuf Al-Qaradhawi mengemukakan beberapa butir alasan yang dikuatkan dengan dalil. Pembahasan ini adalah kelanjutan dari pembahasan zakat pencarian dan profesi. Point-point di bawah ini adalah alasan-alasan yang dikemukakan oleh Yusuf Al-Qaradhawi untuk menguatkan pendapat beliau bahwa harta pencarian dan profesi wajib dikeluarkan zakatnya pada saat diterima.
Orang-orang yang memiliki profesi itu menerima pendapatan mereka tidak teratur, bisa setiap hari seperti dokter, atau pada saat-saat tertentu seperti seorang advokat, kontraktor dan penjahit, atau secara regular mingguan atau bulanan seperti kebanyakan para pegawai. Bila nisab di atas ditetapkan untuk setiap kali upah, gaji yang diterima, berarti kita akan membebaskan kebanyakan golongan profesi yang menerima gaji beberapa kali pembayaran dan jarang sekali cukup nisab dari kewajiban zakat. Sedangkan bila seluruh gaji itu dalam satu waktu tertentu itu dikumpulkan akan cukup senisab bahkan akan mencapai beberapa nisab. Adapun waktu penyatuan dari penghasilan itu yang dimungkinkan dan dibenarkan oleh syariat itu adalah satu tahun. Dimana zakat dibayarkan setahun sekali. Fakta juga menunjukkan bahwa pemerintah mengatur gaji pegawainya berdasarkan ukuran tahun, meskipun dibayarkan per bulan karena kebutuhan pegawai yang mendesak. Jangan lupa bahwa yang diukur nisabnya adalah penghasilan bersih, yaitu penghasilan yang telah dikurangi dengan kebutuhan biaya hidup terendah atau kebutuhan pokok seseorang berikut tanggungannya, dan juga setelah dikurangi untuk pembayaran hutang (untuk memenuhi kebutuhan pokok/primer seperti halnya bayar kredit rumah, hutang nunggak bayaran sekolah anak, dll).
Bila penghasilan bersih itu dikumpulkan dalam setahun atau kurang dalam setahun dan telah mencapai nisab, maka wajib zakat dikeluarkan 2.5% nya. Bila seseorang telah mengeluarkan zakatnya langsung ketika menerima penghasilan tsb (karena yakin dalam waktu setahun penghasilan bersihnya akan lebih dari senisab), maka tidak wajib lagi bagi dia mengeluarkannya di akhir tahun (karena akan berakibat double zakat). Selanjutnya orang tsb harus membayar zakat dari penghasilan tsb pada tahun kedua dalam bentuk kekayaan yang berbeda-beda.
D.            Mustahik Zakat
Zakat ma>l atau zakat fitrah harus diberikan kepada siapa yang disebut dalam Al Qur’an sebagai mustahi>q al-zaka>h atau as}naf, yaitu golongan yang berhak menerima zakat.  Secara formal distribusi zakat telah diatur Allah SWT, yaitu dalam QS. At Taubah: 60.
                         

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”.(Q.S At Taubah: 60)

Dari ayat tersebut sudah ditetapkan bahwa mustahik zakat dibagi menjadi delapan as}naf.  Di bawah ini akan didefinisikan masing-masing dari delapan kelompok tersebut :
a.            Fakir
Orangfakir itu adalah orang yang tiada berharta dan tiada pekerjaan yang berhasil baginya pada suatu masa, baik itu peminta-minta atau orang yang tidak suka meminta-minta. 
b.            Orang miskin
adalah orang yang mempunyai harta atau pekerjaan yang berhasil baginyadan tidak mencukupi.Ia meminta-minta atau tudak meminta-minta. 
c.             Amil atau para pengelola zakat
adalah mereka yang ditugaskan oleh pemerintah untuk mengumpulkan zakat dan membagi-bagikannya.  Orang yang dimaksud adalah orang yang bertindak sebagai pengumpul penghitung, distributor, penjaga gudang dan lain-lain yang dibutuhkan dalam pengelolaan zakat.
d.            Muallaf
Ialah orang-orang yang sudah atau baru masuk Islam.  Dimasukkan dalam kelompok ini adalah bermacam-macam orang yang persahabatan dan kerjasamanya dapat membantu menegakkan agama Islam. Muallaf itu ada beberapa macam :
1)            Orang yang masih lemah niatnya terhadap Islam.
2)            Orang yang sudah kuat imannya dan ia merupakan tokoh masyarakatyang sangat disegani.
3)            Orang yang menjaga tapal batas.
4)            Orang yang mengambil zakat dari muzakki.
e.            Riqa>b
Riqa>b adalah seorang budak yang ingin membebaskan dirinya dari perbudakan wajib diberi zakat agar ia bisa membayar uang pembebasan yang diperlukan kepada tuannya. Akan tetapi sekarang, karena perbudakan sudah tidak ada, maka kategori ini berlaku bagi orang yang terpidana yang tidak mampu membayar denda yang dibebankan kepada dirinya. Mereka dapat diibantu dengan zakat agar terjamin kebebasannya.
f.             Orang yang berhutang (Gha>rim)
adalah orang-orang yang mempunyai hutang yang tidak bisa melunasi hutangnya. Gha>ri>mdi dalam kitab Al- Umm itu dibagi menjadi dua macam. Pertama apabila kita sempurnakan kepentingan mereka. Kedua Perbuatan yang baik dan tidak maksiat. 
g.            Fisabilillah
Kategori as}naf ini sangat luas. Kata fi sabilillah dapat mencakup berbagai macam perbuatan seperti, bantuan yang diberikan untuk persiapan perang, menyediakan fasilitas pengobatan dan bantuan pendidikan bagi yang tidak mampu. Pendeknya, fi sabilillah mencakup semua perbuatan yang penting dan berfaedah bagi  umat Islam.
h.            Musafir atau Ibnu Sabil
yaitu orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan walaupun dia seorang yang kaya di kampungya. Ibnu sabil juga bisa dikategorikan sebagai orang yang melakukan perjalanan untuk melakukan suatu hal yang baik dan tidak termasuk maksiat dan jika tidak diperkirakan jika tidak dibantu, ia tidak akan mencapai tujuannya. Termasuk dalam kategori ini ialah orang yang melakukan perjalanan ibadah haji.  Tetapi pada dasarnya sekarang berkembang pengertian Musafir atau Ibn Sabil yaitu termasuk yang bisa menereima zakat ialah mereka yang tinggal di asrama pelajar atau mahasiswa dari luar negeri.
Adapun bentuk-bentuk penggunaan dana zakat berdasarkan kedelapan golongan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.2
 Bentuk-Bentuk Penggunaan Dana Zakat Untuk Mustahik
Menurut Pandangan Ulama
No          Mustahik             Bentuk-Bentuk Pendayagunaan Dana Zakat        Refrensi Ulama
1              Fakir-Miskin       Mencukupi kebutuhan hidup setahun
                Imam Malik, Hambali, dan Al Ghazali

                                Memenuhi kebutuhan seumur hidup, sepanjang masih miskin  Imam Namawi, dan Imam
Syafi’i

2              Amil
Zakat     Gaji bagi amil, walaupun kaya
                Hadist Abu Daud

                                Gaji yang mencukupi hidupnya, jika dari bagian amil tidak mencukupi, ambil gaji dari sumber lain
                Imam Syafi'i

                                Pengorganisasian amil ada dua urusan
pengumpulan dan pembagian, masing-masing urusan mempunyai seksi dan bagian
                Mengacu hadist, serahkan
pekerjaan pada ahlinya

3              Muallaf Dakwah Islam, melunakkan hati yang memusuhi Islam
                Hadist Muslim dan Turmizi
                                Baru masuk Islam walau kaya     Az Zuhri, Imam Syafi’i

                                Pemimpin Islam yang masih lemah imannya        Hadist
                                Masih kafir, agar hatinya condong ke Islam untuk penyiaran Islam            Imam al Qurtubi

4              Riqa>b  Membebaskan budak    Al-Qur’a>n

                                Membebaskan tawanan muslim
                Imam Ahmad
                                Menghapus penjajahan
                Rasyid Ridha
                                Perbudakan bangsa oleh bangsa lain
                Mahmud Syaltut
5              Gha>ri>m            Orang yang mengalami bencana
                Hadist Muslim dan Akhmad

                                Hutang dalam taat kepada Allah
                Khallaf, Hasan, Hamidullah
6              Sabilillah               Sukarelawan untuk perang
                Empat Mazhab
                                Makna sabilillah luas sekali
                Imam Malik
                                Kemaslahatan umum, semua kebaikan
                Rasyid Ridha
                                Untuk pengembangan pendidikan, perang
pemikiran, menolong para da’i
                Makhluf, Mufti Mesir, Rasyid
Ridha

7              Ibnu
Sabil
                Tunawisma, anak buangan, anak jalanan, orang yang diusir dan minta suaka
                Rasyid Ridha


E.            Muzakki
Al-Qur’an tidak memberikan ketegasan tentang jenis kekayaan yang wajib zakat, dan syarat-syarat apa yang mesti dipenuhi, dan berapa besar yang harus dizakatkan. Persoalan itu diserahkan kepada Sunnah Nabi. Memang terdapat beberapa jenis kekayaan yang disebutkan, al-Qur’an seperti: emas dan perak (9:34); tanaman dan buah-buahan (6:141); penghasilan dari usaha yang baik (2:267); dan barang tambang (2:267). Namun demikian, lebih daripada itu Quran hanya merumuskannya dengan rumusan yanga umum yaitu "kekayaan"
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan  dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”

Kekayaan hanya bisa disebut kekayaan apabila memenuhi dua syarat yaitu : dipunyai dan bisa diambil manfaatnya. Inilah definisi yang paling benar menurut Yusuf Al-Qaradhawy dari beragam definisi yang dijumpai. Quran tidak memberikan ketegasan tentang jenis kekayaan yang wajib zakat, dan syarat-syarat apa yang mesti dipenuhi, dan berapa besar yang harus dizakatkan. Persoalan tsb diserahkan kepada Sunnah Nabi. Memang terdapat beberapa jenis kekayaan yang disebutkan Quran seperti: emas dan perak, tanaman dan buah-buahan, penghasilan dari usaha yang baik (2:267); dan barang tambang (2:267). Namun demikian, lebih daripada itu Quran hanya merumuskannya dengan rumusan yanga umum yaitu pada ayat di atas. Kekayaan hanya bisa disebut kekayaan apabila memenuhi dua syarat yaitu : dipunyai dan bisa diambil manfaatnya. Inilah definisi yang paling benar menurut Yusuf Al-Qaradhaw dari beragam definisi yang dijumpai. Terdapat 6 syarat untuk suatu kekayaan terkena wajib zakat:
a.            Milik Penuh
Kekayaan pada dasarnya adalah milik Allah. Yang dimaksud pemilikan disini hanyalah penyimpanan, pemakaian, dan pemberian wewenang yang diberikan Allah kepada manusia, sehingga sesorang lebih berhak menggunakan dan mengambil manfaatnya daripada orang lain. Istilah "milik penuh" maksudnya adalah bahwa kekayaan itu harus berada di bawah kontrol dan di dalam kekuasaannya. Dengan kata lain, kekayaan itu harus berada di tangannya, tidak tersangkut di dalamnya hak orang lain, dapat ia pergunakan dan faedahnya dapat dinikmatinya. Konsekwensi dari syarat ini tidak wajib zakat bagi :
1)            Kekayaan yang tidak mempunyai pemilik tertentu
2)            Tanah waqaf dan sejenisnya
3)            Harta haram. Karena sesungguhnya harta tersebut tidak syah menjadi milik seseorang
4)            Harta pinjaman. Dalam hal ini wajib zakat lebih dekat kepada sang pemberi hutang (kecuali bila hutang tsb tidak diharapkan kembali). Bagi orang yang meminjam dapat dikenakan kewajiban zakat apabila dia tidak mau atau mengundur-undurkan pembayaran dari harta tsb, sementara dia terus mengambil manfaat dari harta tsb. Dengan kata lain orang yang meminjam telah memperlakukan dirinya sebagai "si pemilik penuh".
5)            Simpanan pegawai yang dipegang pemerintah (seperti dana pensiun). Harta ini baru akan menjadi milik penuh di masa yad, sehingga baru terhitung wajib zakat pada saat itu.
b.            Berkembang
Pengertian berkembang yaitu harta tersebut senantiasa bertambah baik secara konkrit (ternak dsb.) dan tidak secara konkrit (yang berpotensi berkembang, seperti uang apabila diinvestasikan). Nabi tidak mewajibkan zakat atas kekayaan yang dimiliki untuk kepentingan pribadi seperti rumah kediaman, perkakas kerja, perabot rumah tangga, binatang penarik, dan lain lain. Karena semuanya tidak termasuk kekayaan yang berkembang atau mempunyai potensi untuk berkembang. Dengan alasan ini pula disepakati bahwa hasil pertanian dan buah-buahan tidak dikeluarkan zakatnya berkali-kali walaupun telah disimpan bertahun-tahun. Dengan syarat ini pula, maka jenis harta yang wajib zakat tidak terbatas pada apa yang sering diungkapkan sebahagian ulama yaitu hanya 8 jenis harta (unta, lembu, kambing, gandum, biji gandum, kurma, emas, dan perak). Semua kekayaan yang berkembang merupakan subjek zakat.
c.             Cukup Senisab
Disyaratkannya nisab memungkinkan orang yang mengeluarkan zakat sudah terlebih dahulu berada dalam kondisi berkecukupan. Tidaklah mungkin syariat membebani zakat pada orang yang mempunyai sedikit harta dimana dia sendiri masih sangat membutuhkan harta tersebut. Dengan demikian pendapat yang mengatakan hasil pertanian tidak ada nisabnya menjadi tertolak. (Besarnya nisab untuk masing-masing jenis kekayaan dijelaskan pada bab lain).
d.            Lebih dari kebutuhan biasa
Kebutuhan adalah merupakan persoalan pribadi yang tidak bisa dijadikan patokan besar-kecilnya. Adapun sesuatu kelebihan dari kebutuhan itu adalah bagian harta yang bisa ditawarkan atau diinvestasikan yang dengan itulah pertumbuhan atau perkembangan harta dapat terjadi. Kebutuhan harus dibedakan dengan keinginan. Kebutuhan yang dimaksud adalah kebutuhan rutin, yaitu sesuatu yang betul-betul diperlukan untuk kelestarian hidup; seperti halnya belanja sehari-hari, rumah kediaman, pakaian, dan senjata untuk mempertahankan diri, peralatan kerja, perabotan rumah tangga, hewan tunggangan, dan buku-buku ilmu pengetahuan untuk kepentingan keluarga (karena kebodohan dapat berarti kehancuran). Kebutuhan ini berbeda-beda dengan berubahnya zaman, situasi dan kondisi, juga besarnya tanggungan dalam keluarga yang berbeda-beda. Persoalan ini sebaiknya diserahkan kepada penilaian para ahli dan ketetapan yang berwewenang. Zakat dikenakan bila harta telah lebih dari kebutuhan rutin. Sesuai dengan ayat 2:219 ("sesuatu yang lebih dari kebutuhan...") dan juga hadits "zakat hanya dibebankan ke atas pundak orang kaya", dan hadits-hadits lainnya.
e.            Bebas Dari Hutang
Pemilikan sempurna yang dijadikan persyaratan wajib zakat haruslah lebih dari kebutuhan primer, dan cukup pula senisab yang sudah bebas dari hutang. Bila jumlah hutang akan mengurangi harta menjadi kurang senisab, maka zakat tidaklah wajib. Jumhur ulama berpendapat bahwa hutang merupakan penghalang wajib zakat. Namun apabila hutang itu ditangguhkan pembayarannya (tidak harus sekarang juga dibayarkan), maka tidaklah lepas wajib zakat (seperti halnya hutang karena meng-kredit sesuatu).
f.             Berlalu Setahun
Maksudnya bahwa pemilikan yang berada di tangan si pemilik sudah berlalu masanya dua belas bulan Qomariyah. Menurut Yusuf Al-Qaradhawy, persyaratan setahun ini hanyalah buat barang yang dapat dimasukkan ke dalam istilah "zakat modal" seperti: ternak, uang, harta benda dagang, dll. Adapun hasil pertanian, buah-buahan, madu, logam mulia (barang tambang), harta karun, dan lain lain yang sejenis semuanya termasuk ke dalam istilah "zakat pendapatan" dan tidak dipersyaratkan satu tahun (maksudnya harus dikeluarkan ketika diperoleh).





BAB III
PENUTUP
A.            Kesimpulan
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa problem-problem zakat kontemporer seperti zakat profesi dapat dikembalikan hukumnya pada konsep dasar kekayaan dalam islam, serta ketentuan harta yang wajib dizakati dalam Islam. tentang besaran nisbah, maka dapat di analogikan dengan nishab harta yang lainnya. Dalam ketentua-ketentuan ini, ulama berbeda pendapat, namun ulama kontemporer, yusuf qhardhawi memperbolehkan tentang adanya zakat profesi ini dengan berbagai ketentuan yang dibahas pada bab sebelumnya. Perkembangan dan gejolak serta gairah ummat dalam menjalankan kewajiban zakat ini seharusnya tetap dijaga sehingga tidak boleh terpengaruh dengan adanya problem-problem yang dapat menghambat lajunya perzakatan di Indonesia khususnya.




















DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M. Dinamika Masyarakat Islam dalam Wawasan Fikih. Bandung: PT.Rosdakarya, 2002.

Ali, Muhammad. Zakat Profesi: Wacana Pemikiran Zakat dalam Fiqh Kontemporer. Jakarta, Salemba Diniyah, 2002.

Firdaus, Wan Mohd Khairul dan Wan Khairuldin dan Mahadi Mohammad, “The Philosophy And Elasticity Of Zakat Distribution In Islam” International Journal Of Education And Research, Vol 1 No. 8 august (2013), 3.

Hafiduddin, Didin. Zakat Dalam Perekonomian Modern. Jakarta: Gema Insani Press, 2002.

Maksum, Asra. Zakat Profesi Memberdayakan Ekonomi Masyarakat, (Situbondo: Ibrahimy Press2009), 90.

Muhammad, Sahri. Mekanisme Zakat Dan Permodalan Masyarakat Miskin. Malang: Bahtera Press 2006.

Qhardhawi, Yusuf  Fiqh Zakat. Jakarta: PT Pustaka Litera Antarnusa, 2004.

Sabiq, Sayyid. Fiqh Al-Sunnah. Mesir: Da>r al-Fathu Li al-I’la>m al-‘Ara>bi>.
(al)-Zuhayly, Wahbah.  Zakat Kajian Berbagai Mazhab. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995.

(al)-Syafi’I, Al-Imam. Al-Umm,  Jilid III, terj. Ismail Yakub. Jakarta:  Faizan, 1992.

(as)-Syahatah, Husein. Akuntansi Zakat Panduan Paraktis Penghitungan Zakat Kontemporer. Jakarta: Pustaka Progressif, 2004.

(al)-Syaikh, Yasin Ibrahim. Cara Mudah Menunaikan Zakat. Bandung: Pustaka Madani, 1998.

(al)-Zahrul, Rahman. Doktrin Ekonomi Islam. Jakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995.