Makalah
Toleransi dan Etika
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Budi Pekerti
berarti sikap dan perilaku yang baik. Sifat-sifat yang baik akan mendatangkan
kebaikan dan sebaliknya hal yang buruk akan menghasilkan keburukan pula. Oleh
karena itu kita perlu menjunjung tinggi nilai budi pekerti yang luhur. Ajaran
budi pekerti menuntut kita agar selalu berbuat kebaikan, kebenaran, serta
memupuk keharmonisan gubungan manusia dengan tuhan, manusia dengan manusia, dan
manusia dengan lingkungan, yang sering disebut dengan konsep tri hita karana.
Salah satu bagian dari konsep tri hita karana adalah hubungan manusia dengan
manusia. Hal ini sangat perlu dilakukan oleh umat manusia, karena manusia
sebagai makhluk sosial yang membutuhkan adanya hubungan dengan manusia lainnya,
hal ini dilakukan bertujuan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Maka dari
itu sangat perlu usaha manusia untuk mewujudkan hubungan yang harmonis antar
umat manusia.Salah satu caranya yaitu mengembangkan sikap Toleransi, Etika
pergaulan.[1]
Dalam makalah yang sangat sederhana berikut
ini, pemakalah berusaha mengelaborasi secara tematis konsep Islam tentang
toleransi dan etika pergaulan. Diawali dengan penjelasan seputar definisi,
kemudian dilanjutkan dengan upaya untuk membuktikan bahwa Islam rahmatan lil
‘alamin sekaligus memberikan jalan keluar dalam mensikapinya, yaitu dengan
prinsip toleransi (tasâmuh) dan beretika dalam pergaulan. Pada bagian akhir
akan diuraikan secara komprehensif solusi dimaksud, sesuai dengan perspektif
yang dimajukan al-Quran dan sunnah.
1.2
Tujuan
1.
Mengetahahui pengertian dari toleransi dan etika pergaulan
2.
Mengetahui ayat Al-Qur’an dan hadits yang membahas toleransi dan etika
pergaulan
3.
Dapat menerapkan perilaku hidup toleransi dan etika pergaulan dalam
kehidupan sehari-hari.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Toleransi dan Etika
Toleransi adalah
istilah dalam konteks sosial, budaya dan agama yang berarti sikap dan perbuatan
yang melarang adanya diskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau
tidak dapat diterima oleh mayoritas dalam suatu masyarakat. Contohnya adalah
toleransi beragama, dimana penganut mayoritas dalam suatu masyarakat
mengizinkan keberadaan agama-agama lainnya. Kata toleransi sebenarnya bukanlah
bahasa “asli” Indonesia, tetapi serapan dari bahasa Inggris “tolerance”, yang
definisinya juga tidak jauh berbeda dengan kata toleransi/toleran. Menurut
Oxford Advanced Learners Dictionary of Current English, toleransi adalah
quality of tolerating opinions, beliefs, customs, behaviors, etc, different
from one’s own. Adapun dalam bahasa Arab, istilah yang lazim dipergunakan
sebagai padanan dari kata toleransi adalah سماحةatau تسامح. Kata ini pada dasarnya
berarti al-jûd (kemuliaan). atau sa’at al-shadr (lapang dada) dan tasâhul
(ramah, suka memaafkan). Makna ini selanjutnya berkembang menjadi sikap lapang
dada/ terbuka (welcome) dalam menghadapi perbedaan yang bersumber dari
kepribadian yang mulia.[2]
Etika adalah dalam bahasa Yunani “Ethos”,
berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan
erat dengan perkataan moral yang merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu
“Mos” dan dalam bentuk jamaknya “Mores”, yang berarti juga adat kebiasaan atau
cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan
menghindari hal- hal tindakan yang buruk.
2.2
Ayat-Ayat Al-Qur’an yang Membahas Tentang Toleransi dan Etika pergaulan
Secara doktrinal, toleransi sepenuhnya
diharuskan oleh Islam. Islam secara definisi adalah “damai”, “selamat” dan
“menyerahkan diri”. Definisi Islam yang demikian sering dirumuskan dengan
istilah “Islam agama rahmatal lil’ālamîn” (agama yang mengayomi seluruh alam).
Ini berarti bahwa Islam bukan untuk menghapus semua agama yang sudah ada. Islam
menawarkan dialog dan toleransi dalam bentuk saling menghormati. Islam
menyadari bahwa keragaman umat manusia dalam agama dan keyakinan adalah
kehendak Allah, karena itu tak mungkin disamakan.
Dalam memahami Al-qur’an kita wajib untuk
bisa membaca al-qur’an dan bisa berbahasa arab. Dalam sebuah pepatah mengatakan
“nahwu adlah ibunya ilmu dan shorof adalah bapaknya ilmu”. Kenapa dikatakan
seperti itu?, karena banyak ilmu dalam al-qur’an berbagai sejarah dalam
al-qur’an yang harus kita ketahui seperti sejarah nabi Muhammad SAW. Untuk
mengetahui apa yang telah rasulullah perjuangkan dalam menyebarkan agama islam.
Dalam islam kita diajarkan untuk lebih beradab dalm pergaulan dan kehidupan
sesama makhluk agar memiliki rasa saling menghormati dan toleransi dalam
perbedaan dan Allah telah mengatakan dalam surah al kafirun ayat 1-6.
Artinya :
“Katakanlah: “Hai orang-orang kafir,aku tidak
akan menyembah apa yang kamu sembah.dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku
sembah.dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu
tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. untukmu agamamu,
dan untukkulah, agamaku.”
Surat ini adalah surat makkiyah, surat yang
diturunkan pada periode Makkah, meskipun ada juga pendapat yang menyebutkan
bahwa, surat ini turun pada periode Madinah. Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya
menyebutkan bahwa, surat ini adalah surat penolakan (baraa’) terhadap seluruh
amal ibadah yang dilakukan oleh orang-orang musyrik, dan yang memerintahkan
agar kita ikhlas dalam setiap amal ibadah kita kepada Allah, tanpa ada
sedikitpun campuran, baik dalam niat, tujuan maupun bentuk dan tata caranya.
Karena setiap bentuk percampuran disini adalah sebuah kesyirikan, yang tertolak
secara tegas dalam konsep aqidah dan tauhid Islam yang murni.[3]
C. toleransi dalam islam
Toleransi, yang bahasa Arabnya tasamuh
adalah "sama-sama berlaku baik, lemah lembut dan saling pemaaf."Dalam
pengertian istilah umum, tasamuh adalah "sikap akhlak terpuji dalam
pergaulan, di mana terdapat rasa saling menghargai antara sesama manusia dalam
batas-batas yang digariskan oleh ajaran Islam."
Setidak-tidaknya ada dua macam tasamuh.
Pertama, tasamuh antar sesama
manusia muslim yang berupa sikap dan
perilaku tolong menolong saling
menghargai, saling menyayangi, saling
menasehati, dan tidak curiga
mencurigai.
Kedua, tasamuh terhadap manusia non muslim,
seperti menghargai hak-hak mereka selaku manusia dan anggota masyarakat dalam
satu negara.
Dengan kata lain, toleransi didasarkan atas
prinsip-prinsip :
bertetangga baik;
saling membantu dalam menghadapi musuh
bersama;
membela mereka yang teraniaya;
saling menasehati, dan
menghormati kebebasan beragama.
Ajaran Islam tentang toleransi beragama
atau hubungan antar ummat beragama ini meliputi lima ketentuan, yakni :
Pertama, tidak ada paksaan dalam agama,
"Tidak ada paksaan dalam agama
(karena) sesungguhnya telah jelas jalan
yang benar dari jalan yang salah." (Q.S. Al-Baqarah : 256).
Kedua, mengakui eksistensi agama lain serta
menjamin adanya kebebasan
beragama, sebagaimana digariskan dalam Q.S.
Al-Kafirun :
Katakanlah : "Wahai orang-orang kafir!
Aku tidak akan menyembah apa
yang kalian sembah dan kalian bukan
penyembah Tuhan yang aku sembah.
Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa
yang kalian sembah, dan kalian tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang
aku sembah. Untuk kalian agama kalian dan untukku agamaku." (Q.S.
Al-Kafirun 1-6).
Ketiga, tidak boleh mencela atau memaki
sesembahan mereka (Q.S. Al-
An'am : 108).
Keempat, tetap berbuat baik dan berlaku
adil selama mereka tidak
memusuhi (Q.S. Al-Mumtahanah 8-9; Q.S.
Fushshilat : 34).
Kelima, memberi perlindungan atau jaminan
keselamatan. Pesan Nabi
"Barangsiapa menyakiti orang dzimmi
berarti ia menyakiti diriku!"
Dari ayat-ayat di atas, jelaslah bahwa
toleransi yang diajarkan Islam bukanlah toleransi yang pasif -- yang sekedar "menenggang,
lapang dada dan hidup berdampingan secara damai" -- tapi lebih luas lagi;
bersifat aktif dan positif, yakni untuk berbuat baik dan berlaku adil.
Agama Islam juga mengakui adanya
orang-orang ahli kitab yang baik dan
perlunya perlindungan tempat-tempat ibadah
agama lain (Q.S. Al-Ma'idah: 82; Q.S. Al-Hajj : 40).
Praktek Toleransi Islam
Ajaran Islam tentang toleransi ini bukan
hanya merupakan teori belaka, tapi juga terbukti dalam praktek, sebagaimana
tercatat dalam sejarah Islam dan diakui oleh para ahli non-muslim.
Sejak agama Islam berkembang, Rasulullah
sendiri memberi contoh betapa toleransi
merupakan keharusan. Jauh sebelum PBB
mencanangkan Declaration of Human Rights, agama Islam telah mengajarkan jaminan
kebebasan beragama. Melalui "Piagam Madinah" tahun 622 Masehi,
Rasulullah telah meletakkan dasar-dasar
bagi keragaman hidup antar ummat agama di antara warga negara yang berlainan
agama, serta mengakui eksistensi kaum non muslim dan menghormati peribadatan
mereka.
Ketika ummat Islam berkuasa di Spanyol
selama hampir 700 tahun, soal toleransi ini pun menjadi acuan dalam
memperlakukan penduduk asli, baik yang beragama Nasrani maupun Yahudi.
Toleransi Islam ini juga nyata di India,
waktu Islam memerintah India, terutama pada masa Sultan Akbar, Kesultanan
Humayun Kabir, di mana kaum Hindu juga mendapat keleluasaan.
Batas Toleransi
Sudah tentu sikap toleransi ini pun
bukannya tanpa batas, sebab toleransi yang tanpa batas bukanlah toleransi
namanya, melainkan "luntur iman."
Batas toleransi itu ialah, pertama :
apabila toleransi kita tidak lagi
disambut baik atau ibarat "bertepuk
sebelah tangan," di mana pihak lain itu tetap memusuhi apalagi memerangi
Islam.
Kalau sudah sampai "batas" ini,
kita dilarang menjadikan mereka sebagai teman kepercayaan.
Firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala,
"Sesungguhnya Allah hanya melarang
kalian menjadikan sebagai kawan kalian orang-orang yang memerangi kalian karena
agama dan mengusir kalian dari negeri kalian, dan membantu (orang lain) untuk
mengusir kalian. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka
itulah orang-orang zhalim." (Q.S. Al-Mumtahanah : 9).
Akan tetapi hal ini tidak lantas berarti
bahwa kita boleh langsung membalas, melainkan lebih dulu menghadapinya dengan
pendekatan untuk "memanggil" atau menyadarkan. Bukankah Islam mengajarkan
ummatnya agar menolak kejahatan dengan cara yang baik?
"Dan tidaklah sama kebaikan dengan
kejahatan. Tolaklah (kejahatan)
dengan cara yang lebih baik, sehingga orang
yang antaramu dengannya
ada permusuhan itu seolah-olah menjadi
teman yang setia." (Q.S. Al-Fushshilat : 34).
Apalagi kalau yang "memusuhi"
aqidah kita adalah orang tua kita sendiri, maka penolakannya harus dengan cara
yang lebih baik lagi.
Jadi masih kah kamu tidak mau bertoleransi
..
D. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak
dapat hidup sendiri dan senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain. Istilah
pergaulan berarti kegiatan manusia untuk membaur bersama manusia lainnya dan
berinteraksi satu sama lain. Dalam islam pergaulan diatur sedemikian mungkin
sehingga menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti halnya konflik dan
lain sebagainya. Seoerti yang kita ketahui bahwa Allah menciptakan manusia
dengan berbagai macam perbedaan dan berasal dari berbagai suku dan Allah
menghendaki manusia untuk saling mengenal satu sama lain sebagaimana firman
Allah dalam Surat Al Hujurat ayat 13 yang berbunyi
ads
“Hai manusia,
sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal.Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Mengenal” (QS. al-Hujurat: 13).
Etika Pergaulan Islami
Islam adalah agama yang mulia dan mengatur
segala aspek kehidupan termasuk pergaulan. Dalam islam ada beberapa etika yang
harus dipenuhi dan hal ini disebut dengan etika islam. Secara bahasa kata etika
berasal dari kata ethokos (Yunani) atau ethos yang memiliki arti karakter,
kebiasaan, kecenderungan dan penggunaan.
Kata etika itu sendiri juga cenderung
identik dengan kata dalam bahasa latin mos yang artinya adat atau tata cara
kehidupan. Dengan kata lain etika islami adalah sistem atau tata cara yang
mengatur tingkah laku seseorang terutama dalam masyarakat. Etika islam adalah
etika yang dilandasi oleh hukum islam dan mutlak mengikat semua umat muslim
terutama dalam pergaulan. Pokok dasar etika islam tercantum dalam alqur’an
seperti firman Allah dalam Al qur’an surat Al qalam ayat 4 dan Ali Imran ayat
104 yang bunyinya
”Sesungguhnya
engkau (Muhammad) berada di atas budi pekerti yang agung”. (Al Qalam ; 4)
”Hendaklah
ada diantara kamu segolongan yang menyeru kepada kebaikan (al-khair) menyerukan
kepada ma’ruf (yang baik) dan melarang dari perbuatan munkar dan itulah
orangorang yang bahagia”(Q.S. Ali-Imran: 104)
Sistem Pergaulan dalam Islam
Dalam agama islam ada beberapa aspek atau
hal menyangkut pergaulan yang harus diketahui diantaranya adalah dengan siapa
kita bergaul dan bagaimana cara bergaul dengan orang lain. Untuk lebih jelasnya
simak penjelasan berikut ini mengenai pergaulan dalam islam .
1. Pergaulan dengan sebaya
Teman sebaya atau karib adalah orang-orang
atau teman yang usianya tidak terpaut jauh dengan kita baik sama maupun lebih
muda. Adapun dalam bergaul dengan teman sebaya kita harus senantiasa berbuat
baik dan mengutamakan akhlak yang mulia (baca cara meningkatkan akhlak
terpuji). Hal-hal yang perlu diperhatika dalam pergaulan dengan teman sebaya
antara lain
• Mengucapkan salam setiap bertemu
dengan teman sebaya dan sesama muslim. Jika perlu kita bisa berjabat tangan
tentunya jika orang tersebut berjenis kelamin sama ataupun mahram kita.
• Mengucapkan salam hukumnya sunnah
bagi umat islam dan menjawab salam hukumnya wajib.
Senantiasa menyambung tali silaturahmi
dengan saling berkunjung dan berkumpul untuk hal-hal yang baik maupun belajar
bersama (baca keutamaan menyambung tali silaturahmi). Hal ini akan semakin
memperkuat ukhuwah islamiyah diantara para pemuda pada umumnya (baca pengertian
ukhuwah islamiyah, ihsaniyah dan wathoniyah)
• Saling mengerti serta memahami
kebaikan dan kekurangan masing-masing dan menghindari segala macam jenis
perselisihan
• Teman sebaya hendaknya saling
tolong menolong dalam hal kebaikan dan menolong teman sebaya yang sedang dalam
kesusahan tentunya sangat dicintai Allah SWT misalnya dengan cara bersedekah
(baca keutamaan bersedekah)
• Mengasihi dan memberi perhatian
satu sama lain terutama jika ada teman yang sedang kesusahan atau ditimpa suatu
masalah, kita sebagai teman wajib mendukung dan bila perlu memberi pertolongan
• Senantiasa menjaga teman dari
pengaruh buruk atau gangguan orang lain
• Memberikan nasihat kebaikan satu
sama lain
• Mendamaikan teman jika ada yang
berselisih
• Mendoakan teman agar mereka
senantiasa berada dalam kebaikan
• Menjenguknya jika ia sakit, datang
jika diberi undangan serta mengantarkannya ke makam jika ia meninggal sesuai
dengan hadits berikut ini
Dari Abu Hurairah RA berkata ” Kewajiban
orang muslim terhadap orang muslim lain enam perkara. Orang beratnya kepada
beliau; apakah itu ya Rasulallah? Jawab Rasulallah SAW.: “ Jika berjumpa
dengannya diberi salam, jika diundang mendatanginya, jika dimintanya nasihat
diberikan, jika bersin dan ia menyebut nama Allah, dido’akan dengan beroleh
rahmat,jika ia sakit ditengok dan jika ia meninggal diantarkan”. (H.R.Muslim)
2. Pergaulan dengan orang yang lebih tua
Adapun islam senantiasa mengajarkan kita
untuk berbuat baik kepada orang tua dan orang yang lebih tua dari kita,
menghormati dan menghargainya. Beberapa hal yang dapat diperhatikan dalam
bergaul dengan orang yang lebih tua adalah
• Menghormati mereka dengan sepenuh
hati dan senantiasa mengikuti nasihat mereka dalam kebaikan
• Mencontoh tingkah laku mereka yang
baik dan menjadikannya pelajaran
• Memberi salam setiap kali bertemu
dan senantiasa bertutur kata dengan lemah lembut dan menjaga sopan santun
• Tidak berkata kasar pada mereka dan
menjaga perasaannya walaupun ia berkata tidak baik, janganlah kita membalasnya
dengan perkataan yang tidak baik juga untuk menghidari konflik terutama konflik
dalam keluarga
• Senantiasa mendoakan terutama jika
mereka adalah orangtua atau saudara kita
3. Pergaulan dengan lawan jenis
Hal yang perlu diperhatikan dan tak kalah
penting dalam pergaulan islam adalah tata cara bergaul dengan lawan jenis.
Islam sendiri mengatur pola hubungan antara pria dan wanita serta memisahkan
keduanya sesuai dengan syariat yang berlaku. Adapun hal-hal yang perlu kita
ketahui dan pegang dengan teguh mencakup hal-hal berikut ini :
• Menghindari berkhalwat atau
berdua-duaan seperti halnya dalam pacaran (baca pacaran dalam islam) apalagi
jika sampai memiliki hubungan pacaran beda agama. Dikhawatirkan jika berkhalwat
tersebut dapat menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan seperti zina dan lain
sebagainya.
“Jauhilah
berkhalwat dengan perempuan.Demi (Allah) yang diriku berada dalam
genggaman-Nya, tidaklah berkhalwat seorang laki-laki dengan seorang perempuan
kecuali syetan akan masuk di antara keduanya.” (HR. al- Thabarani).
• Tidak memandang lawan jenis dengan
syahwat atau pandangan nafsu. Hindari memandang lawan jenis kecuali jika
benar-benar diperlukan
• Hindari berjabat tangan dengan
lawan jenis kecuali mahram (baca pengertian mahram dan muhrim dalam islam)
maupun jabat tangan antara suami dan istri
• Menutup aurat jika bertemu dengan
lawan jenis sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut
“Tidak
dibolehkan seorang laki-laki melihat aurat (kemaluan) seorang laki-laki lain,
begitu juga seorang perempuan tidak boleh melihat kemaluan perempuan lain. Dan
tidakboleh seorang laki-laki berselimut dengan laki-laki lain dalam satu
selimut baju, begitu juga seorang perempuan tidak boleh berselimut dengan
sesama perempuan dalam satu baju.” (HR. Muslim).
Hendaknya menghindari perbuatan yang menjurus
pada zina (baca zina dalam islam) seperti bersentuhan, berpelukan, berpegangan
tangan, berciuman apalagi sampai melakukan zina dan mengakibatkan hal-hal yang
tidak diinginkan seperti hamil diluar nikah (baca hukum hamil diluar nikah dan
hukum menikah saat hamil) sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al isra
ayat 32 yang berbunyi
“Dan
janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan
yang keji dan suatu jalan yang buruk.”
Demikianlah penjelasan pergaulan dalam
islam berisi tentang etika dan sistem pergaulan yang diatur dalam islam. Dalam
bergaul dengan sesama manusia hendaknya kita selalu memperhatikan hal-hal
tersebut. Adapun orangtua wajib mengetahui cara mendidik anak dengan pendidikan dalam islam yang sesuai dan
orangtua wajib mendidik anak dalam islam sejak dini agar ia dapat bergaul
dengan baik dikemudian hari.
DAFTAR
PUSTAKA
Akhmad Sodiq, MAg, Berakidah benar,
Berakhlak Mulia, kelas XI Insan Madani, Sleman, 2006
A.Mustadjib dkk, Materi pokok, Aqidah
Akhlak Buku II Modul 7-12, Jakarta, Dirjen Binbaga Islam dan UT, 1998
Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Minhaj
al-Muslim, (Beirut: Dar al-Fikri, 1976)
Ahmad Amin, Dhuha al-Islam, Jilid III,
(Kairo: Muktabah an-Nahdhah, 1973)
Ahmad Amin, Ilmu Akhlak, (Jakarta : Bulan
Bintang, 1975)
http://assyafieq.blogspot.com/2010/11/etika-pergaulan-remaja-dalam-pandangan.html
http://www.scribd.com/doc/23777988/Pergaulan-Dalam-Pandangan-Islam
https://faqihh.wordpress.com/2013/12/28/pergaulan-remaja-dalam-islam/
http://erwinalien.blogspot.co.id/2013/10/makalah-pergaulan-remaja-masa-kini.html

comment 0 komentar