Ketika marginal menjadi tameng - Tempat Berbagi Ilmu

Ketika marginal menjadi tameng



Globalization is new era. Era globalisasi merupakan sesuatu yang baru, dimana sesuatu yang original hampir tak kasat mata. Semua mulai terkontaminasi, bercampur-aduk menjadi satu kesatuan yang tak kan lekang oleh ruang dan waktu. Budaya-budaya yang notabenenya kebarat-baratan sejak lama merambah dan membudidaya dengan sangat baik di negeri kaum beragama ini. Secara sadar, baik fisik maupun mental,  kita menerima dengan lapang dada terhadap apa-apa yang menjadi produk westernisasi. Ya, sadar tanpa kurang suatu apa. Produk kebudayaan mereka mengekang pemuda-pemudi negeri ini untuk berkreasi dan merdeka dari tekanan kebudayaan mereka, mengubah anak bangsa menjadi insan bermentalkan konsumtif dan pasif., hingga dengan begitu mudahnya mereka me-monitoring anak-anak bangsa menuju titik yang mereka targetkan.
            Hingga rekaman diatas mulai tayang , muncullah suatu klan yang mendengus peradaban mereka. Semangat kaum itu bergelora untuk menegakkan panji-panji syariat sesuai tuntunan ALLAH SWT. Merekalah kaum bersarung yang senantiasa siap bertarung melawan siapa saja yang berani hendak merusak akidah. Kebangkitannya memberikan secercah harapan tuk masa depan yang lebih baik.
            Negara Indonesia, kemerdekaan Indonesia. Perlu kita putar ulang potret kelam sejarah kemerdekaan Indonesia yang penuh aral rintang, penuh gelombang yang mengombang-ambing, sesak dengan lubang yang tak kalah menerjang semangat para pejuang. Prestasi semua itu tak lepas daripada adanya keikutsertaan klan tersebut. Mereka berperan sangat didalamnya, ikut berandil dalam mengambil alih kekuasaan, kemerdekaan, kejayaan, ketentraman, dan harga diri bangsa dari cengkeraman kolonisasi. Tak luput juga para ulama besar Nusantara ikut berperang memperjuangkan agama, tanah air, dan mengangkat mertabat bangsa dengan mendidik para santrinya.
            Jasa para pahlawan besar muslim dalam memperjuangkan agama islam, mendengungkan kalimat tauhid hingga tercapailah apa yang menjadi harapan bersama. Perasaan keringat mereka melahirkan sejarah-sejarah baru yang kan membuat dunia merka lebih berwarna. Lahirlah bibit-bibit emas penerus estafet kehidupan. Pesantren sebagai lembaga pendidikan mengukir sejarah emas, para santri berjuang via pemikiran, menjawab dinamika sosial dan sejumlah persoalan umat, membentengi akidah dari serbuan para misionaris, orientalisn dan liberalis.

*santri aktif ponpes miful murid kelas II Madrasah Tsanawiyah